BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abu Bakar As-Shiddiq merupakan sahabat
Nabi yang menjadi salah satu orang yang mendapat gelar Asabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam.
Beliau juga mendapat gelar As-Siddiq
lantaran beliaulah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj
Rasulullah.
Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12
Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni 632 M. saat itu, beliau berumur 63
tahun. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sampai kacau.
Hal itu disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya secara
pasti, dua kelompok yang merasa paling berhak dicalonkan sebagai pengganti Nabi
Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Kaum muhajirin berpendapat bahwa
merekalah yang berhak menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. mereka
mengemukakan alasan bahwa kaum Muhajirin adalah orang-orang pertama yang menerima Islam dan berjuang bersama Nabi
Muhammad SAW. Untuk itu, kaum Muhajirin mengusulkan Abu Bakar As-Siddiq sebagai
pengganti Nabi Muhammad SAW. Mereka memperkuat usul itu dengan kenyataan bahwa Abu Bakar adalah orang
yang menggantikan Nabi Muhammad SAW menjadi imam shalat ketika beliau sakit.
Di pihak lain, kaum Anshar berpendapat
bahwa mereka adalah yang paling tepat menggantikan posisi Nabi. Mereka
mengemukakan alasan bahwa Islam dapat berkembang dan mengalami masa kejayaan
setelah Nabi hijrah ke Madinah dan mendapat pertolongan kaum Anshar, kaum
Anshar kemudian mengusulkan Saad bin Ubadah sebagai pengganti.
B. Rumusan Masalah
1. Kapan
kelahiran khalifah Abu Bakar As-Shiddiq?
2. Bagaimana
peran dan fungsi Abu Bakar As-Shiddiq sebagai khalifah?
3. Bagaimana
penyebaran Islam pada masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq?
4. Apa
faktor keberhasilan khalifah Abu Bakar As-Shiddiq?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelahiran Abu Bakar As-Shiddiq
Abu
Bakar As-Shiddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman
bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr
At-Taimi Al-Qurasyi. Berarti silsilahnya dengan nabi bertemu pada Murrah bin
Ka’ab). Dilahirkan pada tahun 573 M. Dia dilahirkan di lingkungan suku yang
berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama
Utsman (Abu Khufah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Saad bin Laym bin Muna’h bin
Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu
Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis
keturunan pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad[1].
Abu
Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk islam ketika islam mulai
didakwakan. Baginya, tidaklah sulit umtuk memercayai ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan nabi
Muhammad. Setelah masuk islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa
dan harta bendanya untuk islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi
disakit oleh suku Quraisy, menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan
memerdekakanya, seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan, dan
lain-lain.[2]
Pengorbanan
Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul
sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad
SAW pun wafat tak lama setelah kejadian itu. Karena tidak ada pesan mengenai
siapa penggantinya di kemudian hari, pada saat jenazah Nabi belum dimakamkan di
antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti
Nabi. Itulah perselisihan pertama terjadi pasca-Nabi wafat. Perselisahan
tersebut berlanjut ke perselisihan kedua di Safiqah Bani Sa’idah[3]
Aturan-aturan
yang jelas tentang pengganti Nabi tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah
mandate yang diterima Abu Bakar menjelang wafatnya Nabi untuk menjadi badal
imam salat. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mandate tersebut.
Adakah suatu pertand Nabi menunjuk Abu Bakar atau tidak?[4].
Dalam
pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan Khajraz telah
sepakat mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai pengganti Rasul. Akan tetapi,
suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut, sehungga terjadilah perdebatan
di antara mereka dan pada akhirnya, Sa’ad bin Ubadah yang tidak menginginkan
adanya perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan awal dari perpecahan. Melihat
situasi yang memanas, Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar bersikap tenang dan
toleran, kemudian Basyir bin Sa’ad Abi An-Nu’man bin Basyir berpidato dengan
mengatakan agar tidak memperpanjang masalah ini[5].
Dalam keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar berpidati. “Ini Umar dan Abu
Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’tlah.”
Baik
Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar dengan
mempertimbangkan berbagai alasan, diantaranya adalah ditunjuknya Abu Bakar
sebagai pengganti Rasul dalam Imam shalat dan ini membuat Abu Bakar lebih
berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW. Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar,
Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian diikuti Umar dan Abu Ubaidah dan
diikuti secara serentak oleh semua hadirin.[6]
Dari
paparan diatas, terlihat bahwa Abu Bakar dipilih secara aklamasi, walaupun
tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas,
Thalhah, dan Zubair yang menolak dengan hormat[7].
Mereka masih mempermasalahkan diangkatnya Abu Bakar tersebut. Keadaan penolakan
tersebut akhirnya baru muncul setelah pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
Kelompok lain yang tidak menyetujuinya ialah Anshar Salad bin Ubadah meskipun
pada akhirnya tenggelam dalam sejarah.
Pembahasan
tentang khalifah ini pada akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran dalam
islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar serta pembai’atnnya, resmilah berdiri
kekhalifahan pertama di dunia Islam.
B. Abu Bakar Peran dan Fungsinya
Sepak
terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika
diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut.
“Wahai
manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku
bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan
baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran
adalah suatu kepercayaan dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang
lemah diantara kamu adalah orang yang kuat bagiku sampai aku memenuhi
hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku
mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah seorang dari kamu meninggalkan jihad.
Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi oanggilan jihad maka Allah akan
menimpahkan atas mereka suatu hinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, sesekali
janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu”.[8]
Secara umum dapat dikatakan bahwa
pemerintahan Abu Bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan
dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama, diantara kebijaksanaanya
ialah sebagai berikut.
a. Kebijaksanaan pengurusan terhadap
agama
Pada
awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang dating dari umat
islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara perbuatan makar
tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan
dari beberapa kabilah[9].
b. Kebijaksaan kenegaraan
Di
antara kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan sebagai
pulungan[10],
diuraikan sebagai berikut.
1) Bidang
Eksekutif
Pendelegasian
terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Mislanya untuk
pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid bin
Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah
daerah kekuasan islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi
di tunjuk seorang amir.
2) Pertahanan
dan keamanan
Dengan
mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun diluar negeri. Diantara pamglima yang ada ialah Khalid bin
Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3) Yudikatif
Fungsi
kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama pemerintahan Abu Bakar
tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini
karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat pada waktu itu dieknal
‘alim.
4) Sosial
ekonomi
Sebuah
lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari
zakat, infak, dan sedekah, ghanimah, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut
digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan
aturan yang ada.
Dari
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dalam
kekhalifahan pertama berjalan dengan musyawarah dengan aklamasi menerima dan
mengangkat Abu Bakar, walaupun diantara sahabat, ada yang tidak ikut
pembai’atan dan mereka akhirnya melakukan sumpah setia. Dengan demekian secara
nyata pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah disetujui.
C. Penyebaran Islam pada Masa Abu
Bakar
Setelah
pergolakan dalam negeri telah terselasaikan (terutama memerangi orang-orang
murtad), Khalifah Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap
saat ingin menghancurkan eksistensi islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar
mengirim tentara islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin
Haritsah dan berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari Kekuasaan
Persia. Adapun untuk meghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam
terbaik untuk memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Al-Ash
di front Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di
front Hims, dan Syuhrabil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini
kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria. Perjuangan
pasukan-pasukan tersebut, dan ekspedisi-ekspedisi militer berikutnya untuk
membebaskan Jazirah Arab dari penguasaan bangsa Romawi dan bangsa Persia, baru
tuntas pada masa pemerintahan Umar bin Khathab.
Keputusan-keputusan
yang dibuat oleh Khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut,
dari segi tata negara, menunjukan bahwa ia juga memegang jabatan panglima
tertinggi tentara Islam. Hal seperti ini juga berlaku di zaman modern, yaitu
seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi
angkatan bersenjata.
Dari
segi lain, fakta historis tersebut menunjukan pula bahwa kepemimpinannya telah
lulus ujian menghadapi berbagai ancaman dan krisis yang timbul, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar. Artinya, ia telah sukses membangun pranata
sosial politik dan pertahanan keamanan pemerintahannya. Dengan kata lain, ia
berhasil memobalisasi segala kekuatan yang ada untuk menciptakan pertahanan dan
keamanan negara Madinah, menggalang
persatuan umat Islam, menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang berserakan menjadi
mushaf. Keberhasilan ini tentu karena adanya kedisplinan, kepercayaan, dan
ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap integritasi kepribadian dan
kepemimpinannya.
D. Faktor Keberhasilan Khalifah Abu
Bakar
Faktor
keberhasilan Abu Bakar yang lain adalah dalam membangun pranata sosial di
bidang politik dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari
sikap keterbukannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada semua
tokoh-tokoh sahabat untuk ikut membicarakan berbagai masalah sebelum ia
mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislatif. Hal
ini mendorong parah tokoh sahabat, khususnya dan umat islam umumnya,
berpartisipasi aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
Adapun
tugas-tugas eksekutif ia delegasikan kepada para sahabat, baik untuk
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun pemerintahan daerah.
Untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan di Madina Abu Bakar mengangkat Ali
bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit, sebagai katib
(sekretaris), dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan untuk mengurus Baitu Mal. Di bidang tugas kemiliteran,
ia mengangkat penglima-panglima perang sebagimana di sebut di atas. Untuk tugas
yudikatif, ia mengangkat Umar bin Khathab sebagai hakim agung.
Adapun
urusan pemerintahan di luar kota Madinah, Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan
hokum negara Madinah menjadi beberapa provinsi, dan setiap pada provinsi, ia
menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur) :
·
Itab bin Asid, amir untuk Mekkah, amir
yang diangkat pada masa nabi
·
Utsman bin Abi Al-Ash, amir untuk Thaif,
amir yang diangkat pada masa nabi
·
Al Muhajir bin Abi Umayah, amir untuk
san’a
·
Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
·
Ya’la bin Umayah, amir untuk Khaulan
·
Abu Musa Al-Asy’ari, amir untuk Zubaid
dan Rima’
·
Muaz bin Jabal, amir untuk Al-Janad
·
Jarir bin Abdullsh, amir untuk Najran
·
Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
·
Al-Ula bin Al-Hadrami, amir untuk
Bahrain dan untuk Irak dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin
militer sebagai wulat a;-amr.
Para amir tersebut juga bertugas sebagai
pemimpin agama, juga (seperti imam dalam shalat), menetapkan hokum dan
melaksanakan undang-undang. Artinya seorang amir disamping sebagai pemimpin
agama, juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian,
setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib, ‘amil, dan sebaginya.
E. Peradaban pada Masa Abu Bakar
Bentuk
peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang
dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu
Bakar As-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabiy untuk menghimpun
Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah
syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang
mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an ini. Sejak itulah Al-Qur’an
dikumpulka dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Qur’an dihimpun[11].
Selain
itu peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi
beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut.
a) Dalam
bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan
sedekah yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan
jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan Baitul Mal. Penghasilan yang diperolah
dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan tentara,
gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai
dengan ketentuan di Al-Qur’an. Diriwayatkan bahwa Abu Bakar sebagai khalifah
tidak pernah mengambil ataupun menggunakan uang dari Baitul Mal umat Islam. Karena menurutnya ia tidak berhak mengambil
sesuatu dari Baitul Mal umat Islam. Oleh karena itu, selama ia menjadi
khalifah, ia tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.
b) Praktik
pemerintahan Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan
atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khathab untuk
menggantikannya. Ada beberapa factor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk
Umar menjadi khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali
peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Saidah yang nyaris menyulut
umat Islam ke jurang perpecahan, bila tidak menunjuk seseorang yang akan
menggantikannya, bila tidak menunjuk seseorang yang akan menggantikannya. Pada
saat itu kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang
berhak menjadi khalifah. Lagi pula, pada saat itu umat Islam dibawah
pimpinannya baru saja selesai menumpas kaum murtad dan sebagian pasukan mujahidin
sedang bertenpur di luar kota Madinah. Jika umat Islam terpecah dalam situasi
demikian dalam memperebutkan jabatan khalifah, tentu akibatnya lebih fatal dari
menghadapi soal pembertontakan orang-orang murtad. Jadi, dengan jalan
penunjukan itu dia ingin ada kepastian yang akan menggantikannya sehingga
hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi menimpa umat Islam. Artinya dari
segi politik dan pertahanan keamanan, Abu Bakar menghendaki adanya stabilitas
politik dan keamanan apabila pergantian pimpinan tiba. Mengapa pilihannya jatuh
kepada Umar? Karena menurut pendapatnya, Umar adalah sahabat senior yang mampu
dn bijaksana memimpin negara. Lagi pula, Umar disegani oleh rakyat dan
mempunyai sifat-sifat terpuji. Penunjukan itu terjadi ketika Abu Bakar mendadak
jatuh sakit pada tahun ketiga jabatanya. “Selama lima belas hari, ia tidak
dapat keluar untuk melaksanakan shalat di mesjid, karena itu, ia menyuruh Umar
untuk menggantikannya sebagai imam shalat.”Namun dalam penunjukan itu, ia tidak
meninggalkan musyawarah. Ia tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi
terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, antara lain Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir, tokoh Anshar. Pertama-tama ia memanggil
Abdurrahman bin Auf dan berkata padanya, “ceritakan pada saya bagaimana
pendapatmu tentang Umar?” “Ia seorang tokoh utama, tetapi ia bersifat keras,”
jawab Abdurrahman. Abu menjawab, “Ia bersifat demikian karena ia melihat saya
lemah, kalai nanti dipercaya menjadi pemimpin, ia akan menjadi lemah lembut.”
Kemudian ia mengajukan oertanyaan yang sama kepada Utsman. ‘Ia orang yang baik
dan tidak ada yang menyamainya di antara kita”. Jawab utsman. “Semoga Allah
mengasihimu”. Kata Abu Bakar. Lalu ia meminta keduanya agar tidak menceritakan
kepada orang lain mengenai pembicaraan mereka tentang Umar. Abu Bakar juga
mengajukan pertanyaan yang sama kepada Asid dan Asid pun member jawaban yang
sama, memuji Umar. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilihannya pada
Umar secara objektif. Kemudian dengan terpaksa karena Sakit yang diderita, ia
menemui muslimin yang berkumpul di masjid untuk memberitahukan keputusannya, ia
berkata, “Apakah saudara-saudara rela menerima orang yang akan menjadi pemimpin
kamu? Sungguh, saya tidak menyia-yiakan pikiran saya dan tidak pula memilih
kerabat saya. Saya mengangkat Umar menjadi pemimpin kamu. Maka dengarlah dan
taatlah kepadanya. “Kaum muslimin menjawab, “Kami dengar dan taat.” Setelah Abu
Bakar mendapat persetujuan kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Utsman
bin Affan untuk menuliskan pengangkatan Umar. Isi pengangkatan tersebut ialah
sebagai berikut: “Dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Ini
adalah perjanjian yang dibuat Abu Bakar bin Abi Quhafah kepada kaum muslimin.
Sesungguhnya aku menunjuk Umar bin Khathab menjadi pemimpin kamu, aku tidak
menyia-nyiakan kebaikanya atas kamu.” Kemudian ia memanggil Umar dan
membekalinya nasihat-nasihat, lalu mengangkat kedua tangan Umar dan
membekalinya nasihat-nasihat, lalu mengangkat kedua tangan Umar seraya berdoa
untuk keselamatannya dan kejayaan Islam serta pemeluknya.
Sesuai
dengan isi perjanjian tertulis tersebut, dan telah mendapat persetujuan dari
sebagian kaum muslimin setelah ia meninggal, Umar bin Khathab dikukuhkan oleh
kaum muslimin menjadi khalifah kedua dalam satu bai’at umum yang berlangsung di
Masjid Nabawi.
Dari
penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat:
1. Abu
Bakar menunjuk Umar tidak meninggalkan asas musyawarah. Ia lebih dahulu
mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalu tokoh-tokoh kaum
muslimin.
2. Abu
Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya, melainkan memilih
seorang yang mempunyai nama dan mendapat tempat di hati masyarakat serta
disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3. Pengukuhan
Umar menjadi khalifah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam satu
bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan umum muslimin,
sehingga obsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara
penunjukan itu terjamin.
Akhirnya tatkala Abu Bakar merasa
kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin untuk memberikan
kekhalifahannya kepada seseorang sehingga di harapkan umat manusia tidak banyak
terlibat konflik, jatuhlah pilihannya kepada Umar bin Khathab. Dia meminta
pertimbangan sahabat-sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar.
Dia pun menulis wasiat unuk itu, lalu dia membai’at Umar. Beberapa hari setelah
itu, Abu Bakar meninggal. Ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir tahun 13H/ 643M.
Abu Bakar memanggil Utsman dan
mendektekan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya. Beliau
meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M, shalat jenazah
dipimpin Umar dan beliau di makamkan di rumah Aisyah, di samping makan Nabi.
Beliau berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhalifahannya berlangsung
selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Abu Bakar As-Shiddiq (nama lengkapnya
Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin
Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi. Berarti
silsilahnya dengan nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab). Dilahirkan pada tahun
573 M. Abu Bakar merupakan orang pertama yang masuk Islam mulai didakwakan.
Pada masa khalifah Abu Bakar berhasil memobalisasi segala kekuatan untuk
menciptkan pertahanan negara, menggalang persatuan umat Islam, mewujudkan
keutuhan negara, menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang berserakan menjadi satu
mushaf.
Akhirnya tatkala Abu Bakar merasa
kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin untuk memberikan
kekhalifahannya kepada seseorang sehingga di harapkan umat manusia tidak banyak
terlibat konflik, jatuhlah pilihannya kepada Umar bin Khathab. Dia meminta
pertimbangan sahabat-sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar.
Beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M.
DAFTAR
PUSTAKA
M.Rida.Abu Bakar As-Siddiq Awalu Al-Khulafa
Ar-Rasyidin.Beirut:Dar Al-Fikr,1983,hlm.7-8.
Syed Mahmudunnasir, op. cit, hal.80.
Riba, ibid, hlm.30, Thabari, ibid,hlm.40.
Ensiklopedia Islam.Ensiklopedia Islam, Jilid1.Jakarta:
Ikhtiar Baru Van Hoeve,1993,hlm.38.
Rida, ibid., hal. 31, Thabari, ibid., hlm.41-42.
Hasan Ibrahim Hasan. Islamic nad History Culture From 632-1968,
Terjemah D. Humam, Cet.1.Yogyakarta: Kota Kembang, 1989,hlm.32.
Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,Bandung:
Pustaka Setia,2008.hal 67-76.
[1]
M.Rida.Abu Bakar As-Siddiq Awalu
Al-Khulafa Ar-Rasyidin.Beirut:Dar Al-Fikr,1983,hlm.7-8.
[2]
Ensiklopedia Islam.Ensiklopedia Islam, Jilid1.Jakarta:
Ikhtiar Baru Van Hoeve,1993,hlm.38.
[3]
Sebuah tempat di Madinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas
suatu masalah. Sebagaimana pula Dar
An-Nadwah sebuah balai pertemuan Quraisy di Mekkah. Lihat juga Suyuthi
Pulungan. Fiqh Siyasati Ajaran, sejarah,
dan pemikiran, Cet. 1. Jakarta: Rajawali Press,1994,hlm.102.
[4]
Syed Mahmudunnasir, op. cit, hal.80.
[5]
Riba, ibid,HLM.30, Thabari, ibid,hlm.40.
[6]
Rida, ibid., hal. 31, Thabari, ibid., hlm.41-42.
[7]
Hasan Ibrahim Hasan. Islamic nad History
Culture From 632-1968, Terjemah D. Humam, Cet.1.Yogyakarta: Kota Kembang,
1989,hlm.32.
[8]
Abi Al-Wahid An-Najjar. Al-khulafa
Ar-Rasyidin.Beirut:Dar Al-Kutub Al-Iimayat, 1990,hlm.35.
[9]
Ahmad Amin, op.cit.,hlm,84-85
[10]
J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hal.112-113.
[11]
Ahmad Al-Usairy, op.cit., hlm.150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar