Moment

Rabu, 18 Mei 2016

Posisi Islam diantara Agama-agama di Dunia



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebelum islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat manusia. Para ahli Ilmu Perbandingan Agama (The Comparative Study of Religion) biasa membagi agama secara garis besar kedalam dua bagian. Pertama, kelompok agam yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-Nya sebagaimana termaktud dalam kita suci Al-Qur’an. Agama yang demikian ini biasa disebut agama samawi (agama langit) karena berasal dari atas. Yang termasuk kedalam agama kelompok pertama ini antara lain Yahudi, Nasrani, dan Islam. Kedua, kelompok agama yang didasarkan pada hasil renungan mendalam dari tokoh yang membawanya sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab suci yang disusunnya. Agama yang demikkian ini biasanya disebut agama ardli (agama bumi) karena berasal dari bumi. Yang termasuk ke dalam agama seperti ini antara lain Hindu, Budha, Majusi, Kong Hucu, dan lain sebagainya.
 Agama-agama tersebut sampai saat ini masih dianut oleh umat manusia didunia, dan disamapaikan secara turun-temurun oleh penganutnya. Di dalam mengkaji agama islam biasa sering dihadapkan dengan agama-agama tersebut. Sebagian dari mereka ada yang bersifat inklusif pluralis.dan sebagian yang lain ada pulayang bersifat ekslusif, yakni tertutup, tidak mengakui agama-agama lain itu, bahkan menganggapnya sebagai yang keliru dan mesti dijauhi.
Berkenaan dengan itu, kajian terhadap posisi Islam diantara agama-agama perlu dilakukan, sambil melihat persamaan dan perbedaan diantara agama-agama tersebut serta sikap yang seharusnya diambil oleh para penganut agama.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana posisi Islam diantara agama - agama di dunia?
2.      Apaka pengertian Islam?
3.      Baaimana Islam datang ke dunia ini?



BAB II
PEMBAHASAN

Islam adalah agama yang terakhir diantara sekalian agama besar didunia yang semuanya merupakan kekuatan raksasa yang menggerakkan revolusi dunia, dan mengubah sekalian bangsa. Selain itu, islam bukan saja agam yang terakhir melainkan agama yang melingkupi segala-galany adan mencakup sekalian agama yang datang sebelumnya.
Mengenai posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya  dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, dapat dillihat dari ciri khas agama islam yang paling menonjol, yaitu bahwa islam menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa sekalian agama besar didunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh Allah SWT. Salah satu rukun iman ialah bahwa orang harus beriman kepada sekalian Nabi yang diutus sebelum Nabi Muhammad SAW.
Didalm Al-Qur’an dijumpai ayat-ayat yang menyuruh umat islam mengakui agama-agama yang diturunkan sebelumnya sebagai bagian dari rukun iman. Misalnya ayat ini:  “ Dan orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau.” (QS. Al-Baqarah:4)
Berdasarkan ayat tersebut terlihat dengan jelas bahwa posisi islam diantara agama-agama lainnya dari sudut keyakinan adalah agama yang meyakini dan mempercayai agama-agama yang dibawa oleh para rasul sebelumnya. Dengan demikian orang islam bukan saja beriman kepada Nabi Muhammad Saw. melainkan beriman pula kepada semua nabi. Menurut ajaran Al-quran yang terang benderang, bahwa semua bangsa telah kedatangan nabi. Tudak ada satu umat, melainkan seorang juru ingat telah berlalu dikalangan mereka (QS. Faathir, 35:24). Dengan demikian, orang islam adalah orang yang beriman kepada para Nabi dan Kitab Suci dari semua bangsa. Orang yahudi hanya percaya kepada para Nabi bangsa Israel, orang Budha hanya percaya kepada sang Budha, orang Majusi hanya percaya kepada Zaraustra, orang Hindu hanya percaya kepada para nabi yang timbul di India, orang Kong Hu Cu hanya percaya kepada Kong Hucu, tetapi orang islam percaya kepada semua nabi  dan kepada nabi Muhammad saw, sebagai nabi terakhir. Oleh karena itu, islam adalah agama yang meliputi semuanya, mencakup segala agama didunia. Demikian pula kitab sucinya, yaitu Al-Quran, adalah gabungan dari semua kitab suci di dunia. [1]
Kedua, posisi islam di antara agama-agama besar didunia dapat pula dilihat dari ciri khas agama islam yang memberinya kedudukan istimewa diantara sekalian agama. Selain menjadi agama terakhir, dan yang meliputi semuanya, Islam adalah pernyataan kehendak ilahi yang sempurna. Didalam Al-Quran dinyatakan: “ Pada hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agama kamu, dan Aku lengkapkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku pilihkan untuk kamu islam sebagai agama.” (QS. Al-Maidah,5:3).
Sebagaimana bentuk-bentuk kesadaaran yang lain, kesadaran beragama bagi manusia sedikit demi sedikit dan berangsur-angsur dari abad ke abad mengalami kemajuan. Demikian pula wahyu tentang kebenaran agung yang diturunkan dari langit juga mengalami kemajuan,  dan ini mencapai titik kesempurnaan dalam islam. Kebenaran agung inilah yang di isyaratkan oleh Yesus dalam sabdanya: Banyak lagi perkara yang aku hendak atakan kepadamu, tetapi sekarang ini tiada kamu dapat menanggung dia. Akan tetapi Ia sudah datang yaitu roh krbenaran, maka Ia pun akan membawa kamu kepada segala kebenaran.[2]
Ketiga, posisi islam diantara agama-agama lainnya dapat dilihat dari peran yang dimainkannya. Dalam hubungan ini agama Islam memiliki tugas besar, yaitu (1) mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara sekalian agama didunia, dan (2) menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang telah ada sebelumnya, (3) memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para penganut agama sebelumnya yang kemudian dimasukkan kedalam agamanya itu, (4) mengajarkan kebenaran abadi yang sebelumnya tak pernah diajarkan, berhubung keadaan bangsa atau umat pada waktu itu masih dalam taraf permulaan dari tingkat perkembangan mereka dan yang terakhir ialah memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
Keempat, posisi islam diantara agama-agam lain dapt pula dilihat dari adanya unsur pembaruan di dalamnya. Dengan datangnya islam, agama memperoleh arti yang baru. Dalam hal ini paling kurang ada dua hal. Pertama , agama tak boleh dianggap sebagai digma yang oarang harus menerimanya, jika ia ingin selamat dari siksaan yang kekal. Dalam islam agama harus diperlakukan sebagai ilmu yang didasarkan atas pengalaman universal umat manusia. Bukan hanya bangsa ini atau bangsa itu saja yang menjadi pilihan Allh SWT.dan menerima wahyu Ilahi, sebaliknya wahyu itu diakui sebagai faktor penting untuk evolusi manusia. Selanjutnya, mengenai pengertian agam sebagai ilmu, ini dimantapkan dengan menyajikan ajaran agama sebagai landasan bagi perbuatan. Tak ada satu pun ajaran agama itu tak dijadikan landasan perbuatan bagi perkembangan manusia menuju tingkat kehidupan yang lebih tinggi lagi. Kedua, ruang lingkup agama itu tak terbatas kehidupan akhirat saja, tapi juga mencakup kehidupan dunia. Dengan kehidupan dunia yang baik, manusia dapat mencapai kesadaran akan adanya kehidupan yang lebih tinggi.
Kelima, posisi agama terhadap agama-agam lain dapat dilihat dari dua sifat yang dimilaiki ajaran islam, yaitu akomodatif dan persuasif. Islam berupaya mengakomodir ajaran-ajaran agama masa lalu dengan memberiakn makna dan semangat baru di dalamnya. Sebelum islam datang misalnya dijumpai adanya kebiasaan melakukan kurban persembahan kepada para dewa dan arwah leluhur untuk memperoleh keberkahan. Kebiasaan berkurban ini diteruskan oleh islam dengan mengganti benda yang dikurbankan bukan lagi manusia melainkan hewan ternak, tujuan kurban diarahkan sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur kepaada Tuhan atas segala karunia yang dibrikan-Nya, sedangkan daging kurbannya diberikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang kurang mampu. Dengan kurban tersebut maka akan tercipta tujuan agama, yaitu menjalin hubungan manusia dengan tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Syariat tentang berkurban ini diabadikan dalam Al- Quran : “ sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikamt yang banyak. Maka dirikanlah sholat karena tuhanmu, dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar, 108:1-2).
Selanjutnya ciri islam terhadap agama lainnya adalah bersikap persuasif, yaitu dari satu segi islam melihat adanya hal-hal yang tidak disetujui dan harus dihilangkan,  dari segi yang lain islam mengupayakan agaar proses menghilangkan tradisi yang demikian itu tidak menimbulkan gejolak sosial yang merugikan. Proses tersebut dilakukan secara bertahap (tadrij) sambil menjelaskan makna larangan tersebut yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan intelektual mereka, hingga akhirnya perebuatan tersebut benar-benar ditinggalkan oleh masyarakat. Hal yang demikian misalnya terlihat pada larangan islam terhadap praktik riba, judi, memuja berhala dan minuman keras. Islam misalnya menjelaskan riba dan judi itu membawa kepada timbulnya hal-hal yang menyengsarakan dan merugikan sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan minuman keras dapat merusak pikiran dan kesehatan yang dapat merugikan kehidupan manusia.
Namun demikian, dalam proses pelarangannya itu, Islam menempuh cara-cara yang persuasif. Dimulai dengan membiarkan apa adanya, kemudian menjelaskan pengaruh positif dan negatifnya pada saat mereka bertanya.
Keenam, hubungan islam dengan agama lain dapat dilihat dari ajaran moral atau akhlak yang mulia yang ada didalamnya. Kita misalnya menjumpai ajaran moral dalam agama-agama sebagai berikut:
Dalam agama hindu terdapat ajaran pengendalian tenatang kesenangan. Ajaran ini menganggap bahwa keinginan terhadap kesenangan merupakan hal yang bersifat alamiah, sesuai dengan kodrat manusia. Kepada orang yang menginginkan kesenangan, ajaran hindu mengatakan: silahkan hal itu tidak jelek. Kesenangan adalah salah satu dari empat tujuan yang sah dalam hidup kita. Dunia ini mengandung kemungkinan yang amat luas untuk memperoleh kesenangan itu. Dunia penuh dengan keindahan dan hal-hal yang menyenangkan bagi panca indera kita. Lebih lagi, ada dunia lain di atas dunia ini dimana kesenangan itu meningkat sejuta kali lipat tiap putaran. Kita juga akan mengalami dunia-dunia tersebut pada babak-babak kehidupan kita dikemudian hari dalam proses penjadian kita.[3]
Ajaran tentang pengendalian diri dari memperturutkan hawa nafsu yang berakibat pada terjadinya tindak kejahatan ini dapat pula dijumpai pada agama budha. Dalam ajaran budha ini terdapat sejumlah ajaran etis tentang larangan membunuh, mencuri, berdusta, memperturutkan hawa nafsu dan meminum minuman yang memabukkan. Ajaran tentang pengendalian diri juga dapat dijumpai dalam ajaran Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa as. Didalam agama Yahudi inii terdapat sepuluh perintah Tuhan yang meliputi:
1.      Pengakaun terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
2.      Larangan menyekutukan tuhan dengan apa ssaja dan dimana saja,
3.      Larangan menyebut nama tuhan dengan kata-kat yang dapat menyia-nyiakan-Nya,
4.      Memulaikan hari pemberhentian Tuhan dan menciptakan, yaitu hari sabbat,
5.      Menghormati ayah dan ibu,
6.      Larangan membunuh sesama manusia,
7.      Larangan berbuat zina,
8.      Larangan mencuri,
9.      Larangan menjadi saksi palsu, dan
10.  Menahan dorongan hawa nafsu/ keinginan untuk memiliki sesuatu yang bukan menjadi miliknya.[4]
Selanjutnya dalam agama kristen dijumpai pula dam ajaran tentang berbuat baik yang bertolak pada pengendalian diri. Dalam kitab perjanjian lama sering diulang-ulang oleh yesus.
Ajaran tentang pengendalian hawa nafsu keduniaan (hedonisme)yang diikuti oleh keharusan melakukan perbuatan yang baik bagi kemanusiaan dalam makhluk lainnya dapat dijumpai pula dalam ajaran isalm yang bersumberkan pada Al-Quran dan Al-Sunnah. Al-Quran mengingatkan kepada penganutnya agar jangan memperturutksn hawa nafsu, karena mereka yang mengikuti hawa nafsunya akan mudah terjerumus kedalam kehidupan yang menyangsarakan. Allah SWT berfiman: “Katakanlah sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah. Katakanlah:” Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”” (QS. Al-An’am,6:56).
Selanjutnya ajaran sepuluh firman Tuhan sebagaimana yang terdapat dalam agama yahudi yang dibawa oleh nabi musa juga dapat dijumpai dalam ajaran islam sebagaimana termuat dalam surat Al-Isra’(17) mulai ayat 23 sampai 37, yaitu:
1.      Diperintahkan agar beribadah semata-mata hanya kepada Allah SWT,
2.      Diperintahkan agar menghormati kedua orang tua,
3.      Dilarang bersiakp menghambur-hamburkan harta tanpa tujuan (mubazir),
4.      Dilarang bersikap bakhil dan tidak pula bersikap terlalu boros,
5.      Dilarang membunuh anak kandung sendiri yang disebabkan karena takut miskin,
6.      Dilarang membunuh orang lain kecuali ada alasan yang membolehkannya (al-haq),
7.      Dilarang memakan harta anak yatim,
8.      Diperintahkan agar menyempurnakan timbangan dan takaran,
9.      Tidak menjadi saksi palsu,
10.  Dilarang sombong, congkak, dan tinggi hati.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut daitas terlihat dengan jelas, bahwa posisi ajaran islam diantara agama-agama lain selain mengoreksi dan membenarkan juga melanjutkan sambil memberikan makna baru dan tambahan-tambahan sesuai kebutuhan zaman.
            Didalam agama hindu, terdapat kitab Manavadharmastra. Pada bab IX, halaman 33 kitab dinyatakan bahwa perempuan menurut smitri adalah sebagai tanah, laki-laki dinyatakan sebagai benih. Dan posisi wanita yang diumpamakan seperti tanah ladang sebagaimana tersebut diatas sejalan dengan yang digambarkan Al-Quran sebagaimana berikut, yang artinya:
“isteri-isteri adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman (Al_Baqarah, 2:223)”.
            Selanjutnya dalam agama budha menempatkan kedudukan seorang isteri dalam keluarga tidak sebagai pendamping atau berstatus nomor dua dalam keluarga sebagaimana pada umumnya. Agama budha menempatkan peran dan kedudukan yang sama bahwa seorang isteri berperan cukup besar dalam menyukseskan suaminya. Sukses suami merupakan sukses seluruh keluarga.[5]
Pandangan agama budha terhadap wanita yang setara dengan kaum pria itu sejalan pula dengan ajaran yang terdapat dalam Al-Quran. Selain membicarakan kedudukannya, Agama Budha juga berbicara tentang perannya dalam keluarga. Berkaitan dengan masalah keluarga Sang Budha memberikan batasan macam seorang isteri yang patut dipuji dalam keluarga.
            Selanjutnya dalam agama kristen pandangan Yesus Kristus. Dalam hidup dan pelayanan-Nya, yesus tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Ia menghargai wanita sebagai pribadi yang utuh. Ia memperlakukan wanita tidak hanya sebagai wanita, tapi sebagai seorang manusia. Yesus berbicaa langsung dengan wanita. Ia menyembuhkan wanita yang salit pendarahan, memanggil wanita untuk mengikutinya. Maria bersikap sebagai murid yang sama dengan laki-laki. Wanita ikut ambil bagian sebagai murid Yesus. Mereka turut melayani tuhan, bahkan menjadi saksi pertama kebangkitan.[6]
            Sehubungan dengan itu, maka Gereja Kristen, khususnya teolog feminis kristen dalam upaya memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender adalah dengan menerjemahkan ulang dan meneliti kritis teks-teks asli Al-Kitab dan mencari makna yang sesungguhnya dari teks tersebut yang sesuai dengan Injil Yesus Kristus yang membebaskan.[7]



BAB II
PENUTUP

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat dengan jelas bahwa posisi islam diantara agama-agama lain tampak bersifat adil, objektif dan proporsional. Dengan sifatnya yang adil ajaran islam mengakui eksistensi dan peran yang dimainkan agama - agama yang pernah ada didunia. Sebagai yang bersifat objektif, ajaran islam memberikan penilaian apa adanya terhadap agama-agama lain yang benar dibenarkan oleh islam dan terhadap agama yang tersesat disalahkn dan diperbaiki oleh ajran islam. Dan terhadap ajaran agama yang tidak seimbang dalam memberilan perhatian, diberikan perhatian yang proporsional. Dengan pandangan yang demikian itu islam bukanlah agama yang ekslusif, yakni tidak mau kompromi dan berdialog dengan agama lain, melainkan agama yang terbuka, rasional, objektif dan demokratis. Islam dalah untuk orang-orang yang menggunakan pemikirannya. Dengan sifat yang demikian itu maka islam telah tampil sebagai penyempurna, korekror, pembenar, dan sekaligus sebagai pembaru.
Posisi islam yang demikian itu membawa penganut islam sebagai umat yang ideal, menjadi pemersatu dan perekat diantara agama-agama yang ada di dunia. Namun demikian, diketahui bahwa diantara agama-agama tersebut terdapat segi-segi perbedaan yang secara spesifik dimiliki oleh masing-masing. Segi-segi perbedaan yang spesifik tersebut terdapat pada ajaran yang bersifat teologis normatif. Yaitu ajaran yang diyakini sebagai yang benar, tanpa memerlakukan dalil-dalil yang harus memperkuatnya. Ajaran tersebut dianggap sebagai yang ideal dan haarus dilaksanakan. Ajaran-ajaran yang demikian itu berkaitan dengan keyakinan (teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan terhadap ajaran-ajaran yang demikian itu masing-masing agama dianjurkan harus menghargai dan menghormatinya.
      Dengan melihat posisi islam yang demikian itu, maka tidak ada alasan bagi siapapun untuk mencurigai atau takut pada islam. Islam agama perdamaian, jauh dari sikap permusuhan, peperangan dan sebagainya. Oleh karena itu upaya-upaya kaum barat yang menghubungakn islam sebagai agama kaum teroris adalah sama sekali jauh dari sifat ajaran islam yang demikian. Demikian pula terjadinya pertentangan antara satu agama daengan agama lain sebagaimana terlihat dalam sejarah, sama sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan karena faktor-faktor lain yang mengatas namakan agama. Agama yang demikian itu terkadang dijauhkan dari watak aslinya sebagai pembawa rahmat, diganti dengan sifat dan wataknya yang menakkutkan. Hal yang demikian juga boleh jadi dari sikap dan pndangan para penganut agama masing-masing yang mencoba memaksa agama untuk membenarkan tindakan menyimpangnya. Upaya ini harus segera dicegah dan dikembalikan kedalam situasi yang memperliahtkan keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada didunia.


[1] Maulana Muhammad Ali, M.A.LL.B, Islamologi (Dinul Islam), (terj.) R.Kaelani dan H.M.Bachrun, (Jakarta:Ichtiar Baru-Van Hoeve), hlm.3.
[2] Lihat Yahya, 16:12-13).
[3] Huston Smith, Agama-agama Manusia, (terj.) Safroedin Bahar dari judul The Religion of Man, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1985) hlm.20.
[4] Djabal Noer dan Abuddin Nata,Sejarah Agama, (Jakarta:Hikmat Syahid Indah, 1989), hlm.112.
[5] Departemen Agama RI, Pengarusutamaan Gender Menurut Agama Budha, (Jakarta:Proyek Peningkatan Peranan Wanita, 2002), hlm. 28-29.
[6] Lihat Lukas 13:10; Yohanes 14:15; Matius 27:55; Departemen Agama RI Pengarusutamaan Gender (PUG) Menurut Agama Kristen (Jakarta:Proyek Peningkatan Peranan Wanita, 2002), hlm. 20.
[7]  Abuddin Nata, Meetodologi Studi Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2012)  hlm. 139-140.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar