BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum
islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat
manusia. Para ahli Ilmu Perbandingan Agama (The
Comparative Study of Religion) biasa membagi agama secara garis besar
kedalam dua bagian. Pertama, kelompok
agam yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-Nya sebagaimana termaktud dalam
kita suci Al-Qur’an. Agama yang demikian ini biasa disebut agama samawi (agama
langit) karena berasal dari atas. Yang termasuk kedalam agama kelompok pertama
ini antara lain Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Kedua, kelompok agama yang didasarkan pada hasil renungan mendalam dari
tokoh yang membawanya sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab suci yang
disusunnya. Agama yang demikkian ini biasanya disebut agama ardli (agama bumi)
karena berasal dari bumi. Yang termasuk ke dalam agama seperti ini antara lain
Hindu, Budha, Majusi, Kong Hucu, dan lain sebagainya.
Agama-agama tersebut sampai saat ini masih
dianut oleh umat manusia didunia, dan disamapaikan secara turun-temurun oleh
penganutnya. Di dalam mengkaji agama islam biasa sering dihadapkan dengan
agama-agama tersebut. Sebagian dari mereka ada yang bersifat inklusif
pluralis.dan sebagian yang lain ada pulayang bersifat ekslusif, yakni tertutup,
tidak mengakui agama-agama lain itu, bahkan menganggapnya sebagai yang keliru
dan mesti dijauhi.
Berkenaan
dengan itu, kajian terhadap posisi Islam diantara agama-agama perlu dilakukan,
sambil melihat persamaan dan perbedaan diantara agama-agama tersebut serta
sikap yang seharusnya diambil oleh para penganut agama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
posisi Islam diantara agama - agama di dunia?
2. Apaka
pengertian Islam?
3. Baaimana
Islam datang ke dunia ini?
BAB II
PEMBAHASAN
Islam
adalah agama yang terakhir diantara sekalian agama besar didunia yang semuanya
merupakan kekuatan raksasa yang menggerakkan revolusi dunia, dan mengubah
sekalian bangsa. Selain itu, islam bukan saja agam yang terakhir melainkan
agama yang melingkupi segala-galany adan mencakup sekalian agama yang datang
sebelumnya.
Mengenai
posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama,
dapat dillihat dari ciri khas agama islam yang paling menonjol, yaitu bahwa
islam menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa sekalian
agama besar didunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh Allah
SWT. Salah satu rukun iman ialah bahwa orang harus beriman kepada sekalian Nabi
yang diutus sebelum Nabi Muhammad SAW.
Didalm
Al-Qur’an dijumpai ayat-ayat yang menyuruh umat islam mengakui agama-agama yang
diturunkan sebelumnya sebagai bagian dari rukun iman. Misalnya ayat ini: “ Dan orang yang beriman kepada apa yang
diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau.” (QS.
Al-Baqarah:4)
Berdasarkan
ayat tersebut terlihat dengan jelas bahwa posisi islam diantara agama-agama
lainnya dari sudut keyakinan adalah agama yang meyakini dan mempercayai
agama-agama yang dibawa oleh para rasul sebelumnya. Dengan demikian orang islam
bukan saja beriman kepada Nabi Muhammad Saw. melainkan beriman pula kepada
semua nabi. Menurut ajaran Al-quran yang terang benderang, bahwa semua bangsa
telah kedatangan nabi. Tudak ada satu umat, melainkan seorang juru ingat telah
berlalu dikalangan mereka (QS. Faathir, 35:24). Dengan demikian, orang islam
adalah orang yang beriman kepada para Nabi dan Kitab Suci dari semua bangsa.
Orang yahudi hanya percaya kepada para Nabi bangsa Israel, orang Budha hanya
percaya kepada sang Budha, orang Majusi hanya percaya kepada Zaraustra, orang
Hindu hanya percaya kepada para nabi yang timbul di India, orang Kong Hu Cu
hanya percaya kepada Kong Hucu, tetapi orang islam percaya kepada semua
nabi dan kepada nabi Muhammad saw,
sebagai nabi terakhir. Oleh karena itu, islam adalah agama yang meliputi
semuanya, mencakup segala agama didunia. Demikian pula kitab sucinya, yaitu
Al-Quran, adalah gabungan dari semua kitab suci di dunia. [1]
Kedua, posisi
islam di antara agama-agama besar didunia dapat pula dilihat dari ciri khas
agama islam yang memberinya kedudukan istimewa diantara sekalian agama. Selain
menjadi agama terakhir, dan yang meliputi semuanya, Islam adalah pernyataan
kehendak ilahi yang sempurna. Didalam Al-Quran dinyatakan: “ Pada hari ini Aku
sempurnakan untuk kamu agama kamu, dan Aku lengkapkan nikmat-Ku kepada kamu,
dan Aku pilihkan untuk kamu islam sebagai agama.” (QS. Al-Maidah,5:3).
Sebagaimana
bentuk-bentuk kesadaaran yang lain, kesadaran beragama bagi manusia sedikit
demi sedikit dan berangsur-angsur dari abad ke abad mengalami kemajuan.
Demikian pula wahyu tentang kebenaran agung yang diturunkan dari langit juga
mengalami kemajuan, dan ini mencapai
titik kesempurnaan dalam islam. Kebenaran agung inilah yang di isyaratkan oleh
Yesus dalam sabdanya: Banyak lagi perkara yang aku hendak atakan kepadamu,
tetapi sekarang ini tiada kamu dapat menanggung dia. Akan tetapi Ia sudah
datang yaitu roh krbenaran, maka Ia pun akan membawa kamu kepada segala
kebenaran.[2]
Ketiga, posisi
islam diantara agama-agama lainnya dapat dilihat dari peran yang dimainkannya.
Dalam hubungan ini agama Islam memiliki tugas besar, yaitu (1) mendatangkan
perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara sekalian agama didunia,
dan (2) menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang telah ada
sebelumnya, (3) memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para
penganut agama sebelumnya yang
kemudian dimasukkan kedalam agamanya itu, (4) mengajarkan kebenaran abadi yang
sebelumnya tak pernah diajarkan, berhubung keadaan bangsa atau umat pada waktu
itu masih dalam taraf permulaan dari tingkat perkembangan mereka dan yang
terakhir ialah memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia
yang selalu bergerak maju.
Keempat, posisi
islam diantara agama-agam lain dapt pula dilihat dari adanya unsur pembaruan di
dalamnya. Dengan datangnya islam, agama memperoleh arti yang baru. Dalam hal
ini paling kurang ada dua hal. Pertama , agama tak boleh dianggap sebagai digma
yang oarang harus menerimanya, jika ia ingin selamat dari siksaan yang kekal.
Dalam islam agama harus diperlakukan sebagai ilmu yang didasarkan atas
pengalaman universal umat manusia. Bukan hanya bangsa ini atau bangsa itu saja
yang menjadi pilihan Allh SWT.dan menerima wahyu Ilahi, sebaliknya wahyu itu
diakui sebagai faktor penting untuk evolusi manusia. Selanjutnya, mengenai
pengertian agam sebagai ilmu, ini dimantapkan dengan menyajikan ajaran agama sebagai
landasan bagi perbuatan. Tak ada satu pun ajaran agama itu tak dijadikan
landasan perbuatan bagi perkembangan manusia menuju tingkat kehidupan yang
lebih tinggi lagi. Kedua, ruang lingkup agama itu tak terbatas kehidupan
akhirat saja, tapi juga mencakup kehidupan dunia. Dengan kehidupan dunia yang
baik, manusia dapat mencapai kesadaran akan adanya kehidupan yang lebih tinggi.
Kelima, posisi
agama terhadap agama-agam lain dapat dilihat dari dua sifat yang dimilaiki
ajaran islam, yaitu akomodatif dan persuasif. Islam berupaya mengakomodir
ajaran-ajaran agama masa lalu dengan memberiakn makna dan semangat baru di
dalamnya. Sebelum islam datang misalnya dijumpai adanya kebiasaan melakukan
kurban persembahan kepada para dewa dan arwah leluhur untuk memperoleh
keberkahan. Kebiasaan berkurban ini diteruskan oleh islam dengan mengganti
benda yang dikurbankan bukan lagi manusia melainkan hewan ternak, tujuan kurban
diarahkan sebagai bentuk pengabdian dan rasa syukur kepaada Tuhan atas segala
karunia yang dibrikan-Nya, sedangkan daging kurbannya diberikan kepada fakir
miskin dan orang-orang yang kurang mampu. Dengan kurban tersebut maka akan
tercipta tujuan agama, yaitu menjalin hubungan manusia dengan tuhan dan
hubungan manusia dengan manusia. Syariat tentang berkurban ini diabadikan dalam
Al- Quran : “ sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikamt yang banyak.
Maka dirikanlah sholat karena tuhanmu, dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar,
108:1-2).
Selanjutnya
ciri islam terhadap agama lainnya adalah bersikap persuasif, yaitu dari satu
segi islam melihat adanya hal-hal yang tidak disetujui dan harus
dihilangkan, dari segi yang lain islam
mengupayakan agaar proses menghilangkan tradisi yang demikian itu tidak
menimbulkan gejolak sosial yang merugikan. Proses tersebut dilakukan secara
bertahap (tadrij) sambil menjelaskan
makna larangan tersebut yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan intelektual
mereka, hingga akhirnya perebuatan tersebut benar-benar ditinggalkan oleh
masyarakat. Hal yang demikian misalnya terlihat pada larangan islam terhadap
praktik riba, judi, memuja berhala dan minuman keras. Islam misalnya
menjelaskan riba dan judi itu membawa kepada timbulnya hal-hal yang
menyengsarakan dan merugikan sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan minuman keras
dapat merusak pikiran dan kesehatan yang dapat merugikan kehidupan manusia.
Namun
demikian, dalam proses pelarangannya itu, Islam menempuh cara-cara yang
persuasif. Dimulai dengan membiarkan apa adanya, kemudian menjelaskan pengaruh
positif dan negatifnya pada saat mereka bertanya.
Keenam, hubungan
islam dengan agama lain dapat dilihat dari ajaran moral atau akhlak yang mulia
yang ada didalamnya. Kita misalnya menjumpai ajaran moral dalam agama-agama
sebagai berikut:
Dalam
agama hindu terdapat ajaran pengendalian tenatang kesenangan. Ajaran ini
menganggap bahwa keinginan terhadap kesenangan merupakan hal yang bersifat
alamiah, sesuai dengan kodrat manusia. Kepada orang yang menginginkan kesenangan,
ajaran hindu mengatakan: silahkan hal itu tidak jelek. Kesenangan adalah salah
satu dari empat tujuan yang sah dalam hidup kita. Dunia ini mengandung
kemungkinan yang amat luas untuk memperoleh kesenangan itu. Dunia penuh dengan
keindahan dan hal-hal yang menyenangkan bagi panca indera kita. Lebih lagi, ada
dunia lain di atas dunia ini dimana kesenangan itu meningkat sejuta kali lipat
tiap putaran. Kita juga akan mengalami dunia-dunia tersebut pada babak-babak
kehidupan kita dikemudian hari dalam proses penjadian kita.[3]
Ajaran
tentang pengendalian diri dari memperturutkan hawa nafsu yang berakibat pada
terjadinya tindak kejahatan ini dapat pula dijumpai pada agama budha. Dalam
ajaran budha ini terdapat sejumlah ajaran etis tentang larangan membunuh,
mencuri, berdusta, memperturutkan hawa nafsu dan meminum minuman yang memabukkan.
Ajaran tentang pengendalian diri juga dapat dijumpai dalam ajaran Yahudi yang
dibawa oleh Nabi Musa as. Didalam agama Yahudi inii terdapat sepuluh perintah
Tuhan yang meliputi:
1. Pengakaun
terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
2. Larangan
menyekutukan tuhan dengan apa ssaja dan dimana saja,
3. Larangan
menyebut nama tuhan dengan kata-kat yang dapat menyia-nyiakan-Nya,
4. Memulaikan
hari pemberhentian Tuhan dan menciptakan, yaitu hari sabbat,
5. Menghormati
ayah dan ibu,
6. Larangan
membunuh sesama manusia,
7. Larangan
berbuat zina,
8. Larangan
mencuri,
9. Larangan
menjadi saksi palsu, dan
10. Menahan
dorongan hawa nafsu/ keinginan untuk memiliki sesuatu yang bukan menjadi
miliknya.[4]
Selanjutnya
dalam agama kristen dijumpai pula dam ajaran tentang berbuat baik yang bertolak
pada pengendalian diri. Dalam kitab perjanjian lama sering diulang-ulang oleh
yesus.
Ajaran
tentang pengendalian hawa nafsu keduniaan (hedonisme)yang diikuti oleh
keharusan melakukan perbuatan yang baik bagi kemanusiaan dalam makhluk lainnya
dapat dijumpai pula dalam ajaran isalm yang bersumberkan pada Al-Quran dan
Al-Sunnah. Al-Quran mengingatkan kepada penganutnya agar jangan memperturutksn
hawa nafsu, karena mereka yang mengikuti hawa nafsunya akan mudah terjerumus
kedalam kehidupan yang menyangsarakan. Allah SWT berfiman: “Katakanlah
sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah.
Katakanlah:” Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku
jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.””
(QS. Al-An’am,6:56).
Selanjutnya
ajaran sepuluh firman Tuhan sebagaimana yang terdapat dalam agama yahudi yang
dibawa oleh nabi musa juga dapat dijumpai dalam ajaran islam sebagaimana
termuat dalam surat Al-Isra’(17) mulai ayat 23 sampai 37, yaitu:
1. Diperintahkan
agar beribadah semata-mata hanya kepada Allah SWT,
2. Diperintahkan
agar menghormati kedua orang tua,
3. Dilarang
bersiakp menghambur-hamburkan harta tanpa tujuan (mubazir),
4. Dilarang
bersikap bakhil dan tidak pula bersikap terlalu boros,
5. Dilarang
membunuh anak kandung sendiri yang disebabkan karena takut miskin,
6. Dilarang
membunuh orang lain kecuali ada alasan yang membolehkannya (al-haq),
7. Dilarang
memakan harta anak yatim,
8. Diperintahkan
agar menyempurnakan timbangan dan takaran,
9. Tidak
menjadi saksi palsu,
10. Dilarang
sombong, congkak, dan tinggi hati.
Berdasarkan
ayat-ayat tersebut daitas terlihat dengan jelas, bahwa posisi ajaran islam
diantara agama-agama lain selain mengoreksi dan membenarkan juga melanjutkan
sambil memberikan makna baru dan tambahan-tambahan sesuai kebutuhan zaman.
Didalam agama hindu, terdapat kitab
Manavadharmastra. Pada bab IX, halaman 33 kitab dinyatakan bahwa perempuan
menurut smitri adalah sebagai tanah, laki-laki dinyatakan sebagai benih. Dan
posisi wanita yang diumpamakan seperti tanah ladang sebagaimana tersebut diatas
sejalan dengan yang digambarkan Al-Quran sebagaimana berikut, yang artinya:
“isteri-isteri
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak
akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman
(Al_Baqarah, 2:223)”.
Selanjutnya dalam agama budha
menempatkan kedudukan seorang isteri dalam keluarga tidak sebagai pendamping
atau berstatus nomor dua dalam keluarga sebagaimana pada umumnya. Agama budha
menempatkan peran dan kedudukan yang sama bahwa seorang isteri berperan cukup
besar dalam menyukseskan suaminya. Sukses suami merupakan sukses seluruh
keluarga.[5]
Pandangan
agama budha terhadap wanita yang setara dengan kaum pria itu sejalan pula
dengan ajaran yang terdapat dalam Al-Quran. Selain membicarakan kedudukannya,
Agama Budha juga berbicara tentang perannya dalam keluarga. Berkaitan dengan
masalah keluarga Sang Budha memberikan batasan macam seorang isteri yang patut
dipuji dalam keluarga.
Selanjutnya dalam agama kristen
pandangan Yesus Kristus. Dalam hidup dan pelayanan-Nya, yesus tidak
membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Ia menghargai wanita sebagai
pribadi yang utuh. Ia memperlakukan wanita tidak hanya sebagai wanita, tapi
sebagai seorang manusia. Yesus berbicaa langsung dengan wanita. Ia menyembuhkan
wanita yang salit pendarahan, memanggil wanita untuk mengikutinya. Maria
bersikap sebagai murid yang sama dengan laki-laki. Wanita ikut ambil bagian
sebagai murid Yesus. Mereka turut melayani tuhan, bahkan menjadi saksi pertama
kebangkitan.[6]
Sehubungan dengan itu, maka Gereja
Kristen, khususnya teolog feminis kristen dalam upaya memperjuangkan kesetaraan
dan keadilan gender adalah dengan menerjemahkan ulang dan meneliti kritis
teks-teks asli Al-Kitab dan mencari makna yang sesungguhnya dari teks tersebut
yang sesuai dengan Injil Yesus Kristus yang membebaskan.[7]
BAB II
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut,
terlihat dengan jelas bahwa posisi islam diantara agama-agama lain tampak
bersifat adil, objektif dan proporsional. Dengan sifatnya yang adil ajaran
islam mengakui eksistensi dan peran yang dimainkan agama - agama yang pernah
ada didunia. Sebagai yang bersifat objektif, ajaran islam memberikan penilaian
apa adanya terhadap agama-agama lain yang benar dibenarkan oleh islam dan
terhadap agama yang tersesat disalahkn dan diperbaiki oleh ajran islam. Dan
terhadap ajaran agama yang tidak seimbang dalam memberilan perhatian, diberikan
perhatian yang proporsional. Dengan pandangan yang demikian itu islam bukanlah
agama yang ekslusif, yakni tidak mau kompromi dan berdialog dengan agama lain,
melainkan agama yang terbuka, rasional, objektif dan demokratis. Islam dalah
untuk orang-orang yang menggunakan pemikirannya. Dengan sifat yang demikian itu
maka islam telah tampil sebagai penyempurna, korekror, pembenar, dan sekaligus
sebagai pembaru.
Posisi islam yang demikian itu
membawa penganut islam sebagai umat yang ideal, menjadi pemersatu dan perekat
diantara agama-agama yang ada di dunia. Namun demikian, diketahui bahwa
diantara agama-agama tersebut terdapat segi-segi perbedaan yang secara spesifik
dimiliki oleh masing-masing. Segi-segi perbedaan yang spesifik tersebut
terdapat pada ajaran yang bersifat teologis normatif. Yaitu ajaran yang
diyakini sebagai yang benar, tanpa memerlakukan dalil-dalil yang harus
memperkuatnya. Ajaran tersebut dianggap sebagai yang ideal dan haarus
dilaksanakan. Ajaran-ajaran yang demikian itu berkaitan dengan keyakinan
(teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan terhadap ajaran-ajaran yang
demikian itu masing-masing agama dianjurkan harus menghargai dan
menghormatinya.
Dengan
melihat posisi islam yang demikian itu, maka tidak ada alasan bagi siapapun
untuk mencurigai atau takut pada islam. Islam agama perdamaian, jauh dari sikap
permusuhan, peperangan dan sebagainya. Oleh karena itu upaya-upaya kaum barat
yang menghubungakn islam sebagai agama kaum teroris adalah sama sekali jauh
dari sifat ajaran islam yang demikian. Demikian pula terjadinya pertentangan
antara satu agama daengan agama lain sebagaimana terlihat dalam sejarah, sama
sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan karena faktor-faktor
lain yang mengatas namakan agama. Agama yang demikian itu terkadang dijauhkan
dari watak aslinya sebagai pembawa rahmat, diganti dengan sifat dan wataknya
yang menakkutkan. Hal yang demikian juga boleh jadi dari sikap dan pndangan
para penganut agama masing-masing yang mencoba memaksa agama untuk membenarkan
tindakan menyimpangnya. Upaya ini harus segera dicegah dan dikembalikan kedalam
situasi yang memperliahtkan keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada
didunia.
[1] Maulana
Muhammad Ali, M.A.LL.B, Islamologi (Dinul
Islam), (terj.) R.Kaelani dan H.M.Bachrun, (Jakarta:Ichtiar Baru-Van Hoeve),
hlm.3.
[2]
Lihat Yahya, 16:12-13).
[3] Huston
Smith, Agama-agama Manusia, (terj.) Safroedin Bahar dari judul The Religion of
Man, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1985) hlm.20.
[4]
Djabal Noer dan Abuddin Nata,Sejarah
Agama, (Jakarta:Hikmat Syahid Indah, 1989), hlm.112.
[5] Departemen
Agama RI, Pengarusutamaan Gender Menurut Agama Budha, (Jakarta:Proyek
Peningkatan Peranan Wanita, 2002), hlm. 28-29.
[6] Lihat
Lukas 13:10; Yohanes 14:15; Matius 27:55; Departemen Agama RI Pengarusutamaan
Gender (PUG) Menurut Agama Kristen (Jakarta:Proyek Peningkatan Peranan Wanita,
2002), hlm. 20.
[7] Abuddin Nata, Meetodologi Studi Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2012) hlm. 139-140.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar